Hari Perempuan Sedunia

 Naila El Hamra (2108015152)

       

Isu gender mulai dibahas pada tahun 1977. Hal yang melatar belakangi berkembangnya isu gender ini berawal dari munculnya kaum-kaum feminis di London yang tidak menggunakan lagi isu patriarki maupun seksisme, melainkan isu-isu gender. Menurut Jamaluddin (dalam Purwono, 2019) mereka sangat mengedepankan perlunya kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan. Mereka beranggapan bahwa perempuan sebagai kaum subordinat harus dihapuskan.

Menurut Alfian (dalam Hasanah, 2018) stereotip yang berkembang di masyarakat,  menyebutkan bahwa perempuan memiliki sifat feminisme yang membutuhkan perlindungan dari  laki-laki yang maskulin. Sehingga muncul dominasi laki-laki terhadap perempuan, baik dalam kehidupan berumah tangga maupun di dunia publik. Hal ini menyebabkan laki-laki selalu digambarkan sebagai sosok yang lebih superior, sedangkan perempuan sering dijadikan sebagai subordinat. Representasi perempuan di beberapa negara merujuk pada pemahaman bahwa tugas perempuan memang hanya sekedar memasak dan membersihkan rumah. Sehingga secara terus menerus digambarkan dalam stereotip yang membatasi persepsi dirinya di dalam masyarakat.

 Representasi tersebut menimbulkan gerakan perempuan (femenisme) yang berusaha untuk mencapai kesetaraan gender. Hingga pada akhirnya tanggal 8 Maret 1978 menjadi tolak ukur perempuan untuk mendapatkan hak-haknya karena Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah menetapkan sebagai Hari Perempuan Sedunia. Meskipun perempuan sudah mulai mendapatkan hak yang setara dengan laki-laki di dunia nyata, tetapi dalam media massa kini baik cetak maupun online masih belum dapat terlepas dari stereotipyang berkaitan dengan kewajiban memasak, menata rumah, dan merawat anak.

Setelah diresmikannya Hari Perempuan Sedunia terdapat perubahan yang dapat dirasakan oleh kaum perempuan, mulai dari peran individu dalam bermasyarakat hingga bernegara, serta peran lain yang sebelumnya hanya dapat diberikan pada laki-laki. Seperti halnya di Jerman yang telah memberikan hak suara kepada perempuan saat pemilihan umum. Selain itu jika dilihat beberapa waktu ke belakang, banyak perempuan yang memiliki potensi dan berprestasi yang kemudian disorot berbagai media. Sehingga hal ini dapat menjadi langkah awal untuk menghilangkan stereotip yang bermunculan di tengah masyarakat, serta mampu meningkatkan kesetaraan gender antara perempuan dengan laki-laki.

Setiap peringatan Hari Perempuan Sedunia, di beberapa negara menjadi salah satu hari besar yang ditetapkan sebagai hari libur resmi. Selain itu peringatan ini juga dianggap sebagai kesetaraan gender di berbagai bidang bagi seluruh perempuan di dunia. 

DAFTAR PUSTAKA

Hasanah, C. A., Ferliana, A., & Adi, D. P. (2020). FEMINISME DAN KETAHANAN PEREMPUAN DALAM DUNIA KERJA DI INDONESIA DAN ISLANDIA. An-Nisa’: Jurnal Kajian Perempuan dan Keislaman13(1), 1-27.

Purwono, P. Y. (2021). REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM DUA ILUSTRASI JERMAN BERTEMA   HARI PEREMPUAN SEDUNIA KARYA JOHANNES GEISTHARD. KREDO: Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra5(1), 222-238.

Leave a Comment