Bukan hanya Hari Kasih Sayang, 14 Februari juga diperingati sebagai Hari Peringatan Pemberontakan Pembela Tanah Air (PETA)

            Tanggal 14 Februari identik dengan istilah Hari Kasih Sayang atau biasa disebut juga sebagai Valentine’s Day. Padahal selain dikenal sebagai Hari Kasih Sayang, 14 Februari juga dikenal sebagai Peristiwa Hari Pemberontakan PETA (Pembela Tanah Tanah Air) di Blitar.

            PETA merupakan kesatuan militer yang dibentuk Jepang dalam masa pendudukan di Indonesia pada tahun 1943 dan bertujuan untuk menghadapi perang Asia Timur Raya dari serangan blok sekutu. Pemerintahan jepang mengatakan bahwa pelatihan yang diberikan bermanfaat untuk melindungi Bangsa Indonesia sehingga banyak pemuda pemuda dan pelajar Bangsa Indonesia yang bergabung menjadi tentara sukarelawan. Dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, mereka memperoleh pelatihan fisik dari tentara Jepang dan memiliki rasa semangat yang tinggi untuk memperjuangkannya.

        Pada bulan Februari 1945, terjadi pemberontakan di Blitar yang dipimpin oleh Shodancho Supriyadi. Pemberontakan tersebut, diawali dengan keprihatinan Supriyadi terhadap nasib rakyat Indonesia khususnya di Blitar (JawaTimur ) yang hidup sengsara dibawah kekuasaan kebijakan Jepang yang menerapkan kebijakan sangat kejam seperti kerja paksa atau Romusha. Mereka dijadikan seperti budak yang harus bekerja tanpa mengenal batas waktu dan mendapatkan perlakuan yang intimidatif. Banyak dari pekerja romusha yang tewas akibat kelaparan dan terkena berbagai macam penyakit.

         Berdasarkan hal-hal itulah Supriyadi kemudian mengkonsolidasikan pasukannya untuk melakukan pemberontakan melawan tentara kekaisaran Jepang. Supriyadi merencanakan aksi yang tak hanya sekedar pemberontakan saja, tetapi juga sebuah aksi revolusi yang bertujuan mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Memasuki tanggal 13 Februari 1945 malam, Supriyadi memutuskan pemberontakan harus segera dimulai.

         Akhirnya tanggal 14 Februari 1945 ditetapkan untuk melaksanakan pemberontakan. Hal ini dikarenakan pada saat itu akan ada pertemuan besar seluruh anggota dan komandan PETA di BLITAR, sehingga diharapkan anggota-anggota PETA yang lain untuk ikut bergabung dalam aksi perlawanan dengan tujuan untuk menguasi kota BLITAR dan mengobarkan semangat pemberontakan di daerah lainnya. Pada pukul 03.00 WIB, pasukan Supriyadi menembakan mortir dan mengibarkan bendera Merah Putih tepat disebrang asrama PETA ke Hotel Sakura yang menjadi kediaman para perwira Jepang. Markas juga ditembaki senapan mesin, namun rupanya kedua bangunan itu sudah dikosongkan. Lantaran secara mendadak telah terjadi pembatalan pertemuan, karena Jepang sudah menerima informasi mengenai rencana pemberontaakan yang akan dilakukan.

        Dalam aksi yang lain, Bhudanco salah seorang bintara PETA merobek poster bertuliskan Indonesia akan merdeka dan menggantinya dengan tulisan Indonesia sudah merdeka. Pemberontakan PETA sendiri akhirnya tidak berjalan sesuai rencana, Supriyadi gagal menggerakan satuan lain untuk melakukan pemberontakan. Rencana pemberontakan ini pun terbukti telah diketahui oleh pihak Jepang sehingga, dalam waktu singkat Jepang mengirimkan pasukan militer untuk memberhentikan pemberontakan PETA.

        Dalam kondisi seperti itu, para pemberontak pun terdesak. Kemudian dibantu oleh dinas propaganda Jepang Kolonel Katagiri menemui Shodancho Muradi, yaitu salah satu pentolan pemberontak. Katagiri meminta seluruh pasukan pemberontak kembali ke Markas Batalyon. Kemudian Muradi mengajukan syarat pada Kolonel Katagiri, yaitu senjata para pemberontak tidak boleh dilucuti Jepang dan para pemberontak tidak boleh diperiksa atau diadili Jepang dan Kolonel Katagiri pun setuju, dia memberikan pedangnya sebagai jaminan bahwa ini janji seorang samurai yang harus ditepati. Akan tetapi, janji Katagiri ternyata tidak bisa diterima oleh komandan tentara ke-16. Mereka malah mengirim  Kempetai untuk mengusut pemberontakan PETA dan Jepang pun melanggar janjinya.

        Setelah pemberontakan, sejumlah perwira dan prajurit PETA dari BLITAR ditangkap dan di penjara untuk diadili secara militer di Jakarta. Namun, Supriyadi menghilang tanpa ada seorang pun yang tahu kabarnya. Sebagian meyakini dia tewas di tangan tentara Jepang dalam pertempuran, dan yang lainnya meyakini Supriyadi masih hidup. Setelah Indonesia merdeka, Supriyadi diangkat menjadi menteri keamanan yang pertama oleh Soekarno. Namun Supriyadi tak pernah muncul, meskipun demikian pemerintah mengakui jasa-jasanya dan mengangkatnya sebagai salah satu pelopor kemerdekaan. Akhirnya, 14 Februari dicatat dalam sejarah nasional sebagai Hari Peringatan Pemberontakan Pembela Tanah Air (PETA).

     Pemberontakan PETA di Blitar terhadap Jepang memang gagal, namun bukan berarti sia-sia karena dalam pemberontakan tersebut berhasil mengibarkan bendera Merah Putih dan mengobarkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Pemberontakan PETA tersebut sebagai wujud cinta Tanah Air yang ditampilkan melalui perang masa revolusi melawan penjajah Jepang yang dilakukan generasi muda.

Daftar Pustaka

Amaliyah, R. (2018). Peringatan Hari PETA (2018, Februari 14). Jurnalposmedia.com. https://jurnalposmedia.com/peringatan-hari-PETA/

Egi. (2016). 14 Februari tercatat sebagai Hari Peristiwa Pemberontakan PETA.

[email protected]. http://malahayati.ac.id/?p=18354


Leave a Comment